Pondok Cinta

Ikhlas dalam kecintaan

September 3

2012
Hebatnya rasa hingga mempertahankan dalam waktu berkepanjangan tampa menatap dan berkomunikasi, bertemu tampa dasar, berpisah tampa kabar, sungguh kejadian yang batil.
NAD/Indonesia





Cinta ikhlas
Semangat hari tak pernah lelah dalam mencari, suatu galian jiwa yang tak jelas kemana akan bertuju akhirnya. Hangatnya sinaran pertengahan waktu serasa berdetak begitu lama, melintasi jalur sempit dengan suasana berderu dari arah yang bergantian, sang rerumputan dikiri dan kanan bergoyang menemani perjalanan ku denga putaran roda  hanya berbekal dua telapak pendayung. Begitulah langkah perjalanan kecilku menuju pondok agama. Sebuah desa yang unik, seram, ektrem dan memberikan rasa terpanah saat meninggalkannya, itulah tempat pengajian kecilku yang sering kami sebut  denga desa ”puloe weeh”, etts,. Jangan salah dulu, itu bukan daerah yang berada di ujung aceh/sabang, tapi hanya inspirasi kami saja menyebut “puloe weeh”, dikarnakan kedudukan desa tersebut terpisah dengan desa lainnya, baik utara, selatan, timur dan barat.
Jam dinding sekolah menunjukkan pukul 12:00 WIB, bertanda bel pulang akan segera berbunyi. Dan semangat kami dari rasa kantuk pun jadi meningkat, hanya itu yang di tunggu-tunggu kala jam terakhir waktu pelajaran. Akhirnya bel tanda pulang pun berbunyi. kiki, kita pulang lewat sini yuk,,! Ajakan ku kepada sahabat dekat,. Iya, tunggu bentar, aku mau beli minum,. Hmmm, beli aku satu ya.. pintaku. Sambil minum kami melangkah pulang,. Ki, liat dia, caantik kan, rambutnya,. Hmmm, itu kakak letting kita, jawab kiki,. Iya tau, cantik kan,?  heu eu, tapi aku naksir sama sepupunya yang satu kelas dengan kita,. Eummm, warni ya? Haha, iya, tapi malu-malu, dia juga. Lagi asiknya bercerita akhirnya tibapun dirumah kiki, dan aku pun singgah dirumah kiki sebelum pulang kerumah, kadang-kadang makan siang pun sering dirumah kiki, hehe, kan enak makan dirumah orang kaya.
Selagi masih muda, janganlah sia-siakan kegagahan jiwa untuk menimba ilmu, mencari bekal untuk mengokohkan kecerdasan masa depan, menjadi penuntun yang bermanfaat dalam keluarga dan sesama. Lantunan seorang ibu untuk sibuah jantungnya. Ibuku selalu menyirami jiwaku dengan kesejukan kata-katanya disaat aku tiba dirumah. Bagai Susana burung yang menanti waktu fajar, mengharap embun segera memanja bah dedaunan, juga malam yang terlena kebersamaan bintang yang indah bercahaya suci. Kala itu Perumpamaan  sebuah jadwal untuk kami, kiranya tidak ada daftar istirahat dalam jadwal kami saat itu, setelah makan siang, buru-buru cuci badan untuk mengisi jadwal lagi ke “puloe weeh”, mau tidak mau ya harus, tak ada istilah untuk bolos.
Assalamu’alaikum,. Wa’alaikum salam jawab ibunya kiki sambil memegang sebuah peci miliknya kiki, tidak sempat bertanya  lagi, kikipun keluar sambil melilit sarung dibahunya,. Yuk kita berangkat, tapi hari ini aku tidak ada sepeda  ki, bannya kempes,. Yasudah, kita pakek sepeda ku aja, jawab kiki,. Akhirnya kamipun berangkat. Setengah perjalanan dari rumah kiki, aku tidak pernah satukalipun absen menoleh ke arah kanan dari perjalanan kami, aku selalu berharap setiap kesempatan bisa melihatnya/cewe dambaanku, heheh. Kebetulan, dia pun ngaji ditempat kami juga, satu kelas pula saat itu, tapi sebelumnya kami beda kelas, berhubung guru pengajar lama berhalangan, digabunglah antara dua kelas kami.
Tentang sidia/idaman, banyak hal yang kulupakan tiba saat ini. Tapi, hanya satu yang selalu aku ingat, aku selalu mencarinya, itu terjadi bukan dalam satu waktu saja, tiap saat. Bahkan kala berjauhan pun aku memikirkannya,. Maaf ya bila kata-kata ini dah sering terdengar di sinetron-sinetron, tapi ada benar aku merasakannya juga. Pernah satu malam aku sulit tertidur, saat mata terpejam, selalu bayangannya melintas dalam hayalanku, hingga tiba sosok yang terhayal di alam bawah sadarku. Alhamdulillah, dalam mimpi dia menghampiriku. sebuah senyuman yang ikhlas dia utarakan padaku, terlihat sempurna dengan giginya yang membuatku tidak bisa melupakannya sampai saat ini. Oiya, kisah ini sekitar tahun 2002-2003 silam.
Terjadi suatu kesempatan, saat jam istirahat, tanyaku pada sahabat. Ki, aku benaran suka dia, tiap saat aku merasakan kedekatannya, harumnya selalu menemani kesepianku, dia begitu indah sahabatku, apa yang harus aku lakukan?. Oia, pembaca semua pasti penasarankan dengan nama “Sidia” yang aku sebutkan idaman tersebut, ehemm,. Namanya  Cut puti fitria, kawan-kawannya termasuk aku juga sering menyapanya dengan sapaan cut putri atau putri saja. Lanjut kisah, kiki menjawab, beneran kamu suka dia, tapi tak mungkin untuk melangkah lagi Dul(sapaan nama buatku). Kenapa, karna dia cantik dan aku ini jelek gitu? Aduh, bukan gitu dul. Sambil menggaruk kepala merasa tidak enak dengan jawabannya tadi. Kiki lanjut lagi, dul, putri kan sudah ada yang punya, setau aku putri pacaran sama munzir, yang satu kelas dengan dia juga,. Tapi aku gimana, sambung aku dengan ekpresi yang sedih. Lonceng bertanda shalat ashar pun telah berbunyi, aku tidak pernah merugikan kesempatan, selalu memburu waktu, dengan gerak cepat mengambil wudhu menuju mushalla, meninggalkan sahabatku dengan tujuan, saat dimushalla agar bisa lihat wajahnya lagi, walau lewat celah pembatas kain antara laki-laki dan perempuan.
Keesokan harinya ditempat yang sama, saat jam istirahat tiba, dengan sengaja kiki memanggilku. Dul, sini bentar, iya kenapa ki,. Gimana kalau kamu memberikan sebuah pengakuan kepada putri,! Maksudnya, tanyaku dengan rasa bingung, begini dul, kamu kan suka sama putri, bagaimana kalau kamu ungkapkan perasaanmu kepadanya. Heumm,. Caranya gimana, tanyaku dengan semangat. Itu gampang, tinggal kita postingkan saja sebuah surat yang berisi tentang persaanmu, lalu kita masukkan kedalam tasnya, sampe rumah pasti dia kan liat. Wau, ide yang mantap tu, dengan gembiranya aku menarik batang hidung kiki, euhhh. Lanjut cerita selesailah  sebuah surat pengakuan yang aku tulis buat putri, tampa menunggu lagi, kami langsung memasukan sebuah Mail surat tadi dalam tasnya putri, hmmm,. Mudah-mudahan berjalan lancar, pintaku sambil menepuk disebalah kanan bahunya kiki.
Efek yang tak terduga malah menerobos jiwaku, Semua rasa telah merapat dalam pikiran, apa yang akan terjadi dan mengapa ini terjadi sebelumnya, harus apa dengan  Rasa ini, ? sekolah, ngaji dan lain-lainnya, rasanya tidak pernah aktif lagi dalam pikiran dan perasaan kala itu, semua hampa, bagai dalam kehampaan yang  hanya ada satu titik cahaya yang padu. Begitulah yang kurasakan.
Hari-hari berlalu rasa malu saat jumpa dengannyapun mulai terasa, sedang aku masih menunggu kabar derita dan bahagia. Bertanya, bertanya dan bertanya, selalu tersentak dalam hati hingga tercurah kepada kiki, yang hanya ada sebuah pertanya dalam beberapa dialog.  Betapa sulitnya menahan pilu diantara cinta yang sedang hangat merasakan getaran jiwa, menunggu dan selalu ku tunggu, tak pernah hadir sebuah kata balasan sesuai isi postingan mail yang lalu, hingga waktu berjalan dengan keadaan yang merintih Suasana.
Keadaan berlalu dan berjalan cepat, larutan pilu yang tertara dalam sebuah memory hangat rasa, menggugah membangkitkan suasana suram, tidak akan selalu menjadi buram dalam kejiwaan. Hingga aku putuskan untuk bisa menerima keadaan dan menghapus semua diantara dia yang tulus ku berikan cinta. Dalam waktu yang berlalu, ragaku jua enggan menyesuaikan diri dengannya hingga dengan tak sadarnya, sesuatu yang akan tercatat dalam sejarah akan terjadi. Dia yang ku cinta, tak pernah memberi tanggapan dengannya rasa, hingga berita terkhir. Jangan kau nikmati lagi indah cintanya yang kau rasakan, buang dan relakan itu bukan anggur yang manis untukmu, dia akan pergi meninggalkan kamu dan sahabat-sahabatnya semua,. Sebuah informasi yang disampaikan oleh sahabatku kiki membuat hati kian tersentak. Apa yang terjadi dengannya, hingga enggakau berkuasa memberikan informasi demikian untukku, tanyaku sambil mengeluh. Hari senin besok dia akan pindah ke kota pusat, dia ikut keluarganya semua tinggal di banda, informasi ini juga dari warni sepupunya. Dengan rasa gelisahnya, seharusnya tidak lagi terlibat dalam masalah ini, namun khendak harus ku terima bahwa semua ini memang untukku.
Setahun kemudian, semua rasa yang ku terimapun stabil, hingga gembiranya menjalani hari-hari yang indah dan bahagia. Bertepatan suasana lebaran haji, kami semua asik-asik berkumpul-kumpul sambil melayangkan beberapa kembang api yang terlihat begitu indah dalam Susana malam yang berbintang. Dalam keramaian ini aku sangat bahagia dan gembira ria, hingga dengan tiba-tiba kiki menarik ku ke suatu tempat, layak sesuatu yang dasyat terjadi, “Kamu mesti tau ini semua, dia telah kembali, sempat aku melihatnya lewat di jalan dengan sepupunya. Maksudmu? Dengan rasa kebingungan aku benaran tak paham dengan kata-kata, “masih ingat putrid yang dulu kamu cinta mati padanya? Tiba-tiba aku terdiam tegak tampa kata dalam lamunan, “ dul, kamu kenapa? Tanya sahabatku dengan rasa cemas. Berapa saat terdiam, aku kembali active lagi, “ kapan enggkau melihatnya, apakah dia terlihat remaja dan cantik? Tanyaku dengan semangat, “ masih sama sperti yang dulu kamu kenal.
Dengan perasaan yang bahagia aku hanya bisa membayangkannya dalam hari-hariku yang sepi, bagiku tersa tak ada lagi kesampatan cinta untuk singgah. Dia yang membuatku takjub, tak bisa ku sapa walau dalam sepatah kata, dia bergegas kembali ke tampa kabar dan jumpa. Beginalah nasibku yang lugu dan berani memberikan cinta kepada yang menggugah rasa.
Saat itu aku selalu mencari kabar berita tentangnya, berbagai informasi yang memuaskan walau sekian lama tak pernah jumpa, sayang, dar dulu perasaan ini tidak berjalanan sempurna, bertepuk sebelah tangan, dia yang ku kasihi tak pernah menganggap ku ada. Fadlil/
:Berakhirnya Bab I


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »